Minggu, 01 Desember 2013

MENANAMKAN RASA NASIONALISME DI ERA GLOBALISASI DALAM RANGKA MENUMBUHKAN PATRIOTISME



Text Box: Makalah pendidikan kewarganegaraanText Box: “MENANAMKAN RASA NASIONALISME DI ERA GLOBALISASI DALAM RANGKA MENUMBUHKAN PATRIOTISME”

DOSEN : MUCHTAR RIVA’I, SH, M.HUM 














KELOMPOK I :

1.  Sandi  Agustina               (2013.35.2093)             
2.                    Indah Kurniawati (2013.35.2036)
3.                    Uswatun Hasanah            (2013.35.2046)
4.                    Oky Riza Fauzi                   (2013.02.3045)
5.                    Diah Kartika                        (2013.35.2088) 




Jl. Kramat Raya No. 49, Senen, Jakarta Pusat 10450
2013

MENANAMKAN RASA NASIONALISME DI ERA GLOBALISASI DALAM RANGKA MENUMBUHKAN PATRIOTISME

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Sehubungan dengan globalisasi dan berkembangnya teknologi informasi telah mengakibatkan kaburnya batas-batas antar negara (baik secara politik, ekonomi, maupun sosial), masalah nasionalisme dan patriotisme tidak lagi dapat dilihat sebagai masalah sederhana yang dapat dilihat dari satu perspektif saja. Dalam dunia yang oleh sebagian orang disifatkan sebagai dunia yang semakin borderless, banyak pengamat yang mulai mempertanyakan kembali pengertian negara beserta aspek-aspeknya. Masalah pembangunan nasionalisme dan patriotisme di Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan yang berat, maka perlu dimulai upaya-upaya untuk kembali mengangkat tema tentang pembangunan nasionalisme dan patriotisme. Apalagi di sisi lain, pembahasan atau diskusi tentang nasionalisme dan patriotisme di Indonesia justru kurang berkembang (atau mungkin memang kurang dikembangkan).
      Indonesia merupakan laboratorium sosial yang sangat kaya karena pluralitasnya, baik dari aspek ras dan etnis, bahasa, agama dan lainnya. Itu pun ditambah  status geografis sebagai negara maritim yang terdiri dari setidaknya 13.000 pulau. Bahwa pluralitas di satu pihak adalah aset bangsa jika dikelola secara tepat, di pihak lain ia juga membawa bibit ancaman disintegrasi. Karakter pluralistik itu hanya suatu pressing factor dalam realitas ikatan negara. Di tengah situasi bangsa Indonesia yang seperti itu, nasionalisme sangat di butuhkan untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
            Berhubungan dengan patriotisme, refleksi kisah perjuangan telah terbukti betapa tinginya semangat perjuangan Bangsa Indonesia untuk mengusir dan melawan penjajah sejak awal penjajahan Belanda sampai dengan tercapai Kemerdekaan RI. Adalah sebuah kewajiban yang Universal, dimana generasi yang lebih tua agar mewariskan tidak hanya pengetahuan tentang tonggak sejarah atas kejadian yang terjadi di masa lalu namun juga terutama tentang semangat patriotisme yang berpengaruh atas perjalanan hidup dalam berbangsa dan bernegara. Karena dengan demikian akan tercipta suatu hubungan emosional secara timbal-balik di antaranya dalam kaitan semangat Patriotisme. Hal ini menjadi sebuah tuntutan yang layak, agar generasi muda dapat menghargai jasa-jasa Pejuang dan Pahlawannya sehingga mereka menempatkan para Pejuang dan Pahlawan yang terhormat.
            Oleh karena itu, kami berusaha merangkum sedemikian rupa dan mencoba membedah apa saja yang seharusnya dilakukan sebagai wujud dari sikap Nasionalisme dan Patrotisme dan mengapa hal ini menjadi sangat penting dalam mewujudkan Bangsa Indonesia yang sedang mengalami krisis Nasionalisme dan Patriotisme khususnya di kalangan remaja Indonesia.
II.           Perumusan Masalah
1.      Strategi apa saja yang dapat dilakukan untuk menguatkan rasa Nasionalisme dan Patriotisme di Era Global ?
2.      Bagaimana cara membangkitkan rasa Nasionalisme dengan menghargai keragaman ?
3.      Apa pengaruh Globalisasi terhadap nilai-nilai Nasionalisme ?
4.      Apa yang harus kita lakukan agar Nasionalisme di Indonesia tidak kian memudar ?
5.      Apa manfaat sikap Patriotisme dalam Pendidikan ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Nasionalisme Bangsa Indonesia
            Indonesia saat ini memerlukan genre baru untuk mereinterpretasikan ide nasionalisme yang secara fundamental telah dibangun oleh founding father seperti Soekarno. Soekarno kita akui sebagai individu yang mampu membentuk nasionalisme Indonesia dengan membangun satu sistem berantai melalui penyatuan kepentingan. Dari kalangan Islam dan sekuler pada saat itu. Namun, dalam proses pembangunan tahap awal ideologi nasionalisme nampak terjadi dikotomi antara Islam dan Nasionalisme itu sendiri. Kita harus mengakui sebuah gagasan dalam masyarakat Indonesia yang majemuk tentu memerlukan proses. Di mana proses tersebut tentunya merupakan proses bersejarah dalam suatu bangsa. Saat ini nasionalisme sudah menjadi rapuh. Tentu kita harus mulai menghidupkan kembali spirit dan etika nasionalisme sebagai sebuah praktek politik negara dan masyarakat dalam konteks Indonesia kekinian di tengah-tengah arus milenium ke-3.
            Sumber dari kekuatan ideologi nasionalis saat ini memang belum ditemukan oleh banyak orang Indonesia sehingga ketika kita mencari arus apa yang seharusnya berada di depan kita sebagai energi yang menuntun kemajuan nasional negara dan masyarakat kita seringkali bimbang dan gelap. Oleh karena itu untuk menjawab tantangan ini sebuah organisasi politik harus mampu menemukan sumber ideologi nasionalisme. Sekaligus mampu menggerakkan menjadi kekuatan utama dalam pencapaian tujuan politiknya. Sebenarnya sangat mudah kita temukan di mana sumber ideologi tersebut jika kita telah mencapai kesadaran penuh dengan kualitas yang sehat. Karena ideologi nasionalisme itu bersumber pada mainstream persatuan dan kesatuan.
Namun, pemahaman akan persatuan dan kesatuan sering kali menjadi kesalahan dalam ide dan prakteknya sehingga ketika kita berbicara tentang nilai tersebut kita tidak mampu mengambil kekuatan intinya. Persatuan dan Kesatuan memiliki arti independen organik, atau sosial liberal dalam konteks manifestasinya. Independen organik ini berarti sebuah penyatuan sosial secara individual dan kolektif Ketika kita sebagai manusia tersadarkan melalui nalar, perasaan, dan gerakan kemanusiaan untuk suatu keadilan, kemakmuran, dan kemajuan. Dari sumber kekuatan nasionalisme ini kita akan bergerak ke arah revolusi nasional sebagai gerakan perlawanan terhadap kejahatan dan ketidakadilan sistem yang mengatur manusia untuk kepentingan nafsu dan syahwat.  Namun, dalam memaknai revolusi kita harus menyadari juga bahwa revolusi nasionalisme yang dimaksud di sini bukanlah revolusi berdarah yang menghadirkan konflik dan perpecahan nasional, karena kembali pada sumber ide nasionalisme itu sendiri yaitu "persatuan dan kesatuan".

B.  Patriotisme Bangsa Indonesia
            Patriotisme berasal dari kata Patriot, yang artinya adalah: pecinta dan pembela tanah air. Sedangkan Patriotisme maksudnya adalah semangat cinta tanah air. Pengertian Patriotisme adalah sikap Untuk selalu mencintai atau membela tanah air, seorang pejuang sejati, pejuang bangsa yang mempunyai semangat, sikap dan perilaku cinta tanah air, dimana ia sudi mengorbankan segala-galanya bahkan jiwa sekalipun demi kemajuan, kejayaan dan kemakmuran tanah air.
             Bangsa Indonesia terkenal akan budayanya yang beraneka ragam dan memiliki kekayaan yang melimpah ruah yang tidak dimiliki bangsa lain. Indonesia juga terkenal dengan penduduknya yang ramah - ramah dan menerima pendapat serta perbedaan - perbedaan di lingkungan Bangsa Indonesia. Indonesia telah mulai belajar menerima dan memahami perbedaan sesungguhnya dengan lebih terbuka. Patriotisme konstruktif juga membutuhkan keterlibatan politik dalam arti luas. Tidak berarti harus tergabung dalam politik praktis, melainkan adanya aktivitas untuk mendapatkan informasi politik atau hal-hal yang berkaitan dengan kelompoknya. Dengan lebih mengenal kelompoknya baik karakteristik maupun permasalahannya, akan memudahkan seseorang untuk bisa lebih pedulli atau terlibat, termasuk mengkritisi untuk menghasilkan perubahan positif.
Patriotisme atau Kepahlawanan adalah watak untuk berkorban guna sesuatu tugas Besar dan Cita-cita Besar sebagai perluasan dari “Pahlawan adalah ia yang berkorban untuk Tugas besar dan Cita-cita besar” [Un hero est celui, qui se sacrifie a un grand devoir, ou a une grande idée”; Livre d’Or, De la Comptesse Diane]. Kepahlawanan bukan monopolinya seseorang atau segolongan tetapi Kepahlawanan adalah suatu perhiasan watak, yang setiap rakyat kita dapat memiliki, asal ia bersedia berkorban untuk “un grand devoir” (untuk sesuatu Tugas besar) atau untuk “une grand idée” (untuk sesuatu Cita-cita besar).
            Tugas besar dan Cita-cita besar itu ialah tidak lain daripada hidup merdeka, bernegara kebangsaan, sederajat dengan bangsa-bangsa lain dalam keadaan mana Rakyat semua memperkembangkan dan dapat menyuburkan nilai-nilai kemanusiaannya. Dan bila yang dimaksud dengan semangat Kepahlawanan itu adalah cara berdaya dan berusaha untuk menjalankan Tugas besar dan Cita-cita besar itu, maka teranglah kiranya, bahwa cara amal dan cara perbuatan itulah yang penting sekali.
            Amal dan perbuatan, dijiwai dengan semangat bersedia untuk berkorban, menentukan nilai dan mutu Kepahlawanan setiap orang. Dan tidak sedikit pula yang diharapkan dari kita semua amal dan perbuatan yang sesuai dengan keadaan yang nyata daripada Rakyat kita dewasa ini. Untuk inipun diperlukan dari kita sekalian keberanian dan kejujuran dalam menilai keadaan dan perasaan Rakyat kita yang sebenar-benarnya. Untuk Negara Pancasila, para pahlawan Rakyat kita dulu itu berjoang dan berkorban ! Dan mereka meninggalkan kepada kita dewasa ini, suatu Amanat suci dan Amanat keramat yakni Amanat Kepahlawanan Rakyat Indonesia, amanat tentang caranya melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat kita.
            Pada pokoknya, cara-cara perjuangan dan kebaktiannya itu ialah secara revolusioner, secara dinamis, secara heroik dan patriotik, dan terutama secara jujur dan ikhlas, dengan selalu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
C.        Nasionalisme
            Nasionalisme berasal dari kata nation yang berarti bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ali dkk., 1994:89), kata bangsa memiliki arti: (1) kesatuan orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta pemerintahan sendiri; (2) golongan manusia, binatang, atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai asal-usul yang sama dan sifat khas yang sama atau bersamaan; dan (3) kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan yang biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi. Beberapa makna kata bangsa diatas menunjukkan arti bahwa bangsa adalah kesatuan yang timbul dari kesamaan keturunan, budaya, pemerintahan, dan tempat. Pengertian ini berkaitan dengan arti kata suku yang dalam kamus yang sama diartikan sebagai golongan orang-orang (keluarga) yang seturunan; golongan bangsa sebagai bagian dari bangsa yang besar (ibid, 1994:970).
            Beberapa suku atau ras dapat menjadi pembentuk sebuah bangsa dengan syarat ada kehendak untuk bersatu yang diwujudkan dalam pembentukan pemerintahan yang ditaati bersama. Kata bangsa mempunyai dua pengertian: pengertian antropologis-sosiologis dan pengertian politis. Menurut pengertian antropologis-sosiologis, bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan persekutuan-hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota masyarakat tersebut merasa satu kesatuan suku, bahasa, agama, sejarah, dan adat istiadat. Pengertian ini memungkinkan adanya beberapa bangsa dalam sebuah negara dan sebaliknya satu bangsa tersebar pada lebih dari satu negara.
            Sementara dalam pengertian politis, bangsa adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk kepada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam. Bangsa (nation) dalam pengertian politis inilah yang kemudian menjadi pokok pembahasan nasionalisme (Nur dalam Yatim, 2001:57 58). Istilah nasionalisme yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia memiliki dua pengertian: paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan kesadaran keanggotan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan menngabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu (Op. cit, 1994:684).
            Dengan demikian, nasionalisme berarti menyatakan keunggulan suatu afinitas kelompok yang didasarkan atas kesamaan bahasa, budaya, dan wilayah. Istilah nasionalis dan nasional, yang berasal dari bahasa Latin yang berarti “lahir di”, kadangkala tumpang tindih dengan istilah yang berasal dari bahasa Yunani, etnik. Namun istilah yang disebut terakhir ini biasanya digunakan untuk menunjuk kepada kultur, bahasa, dan keturunan di luar konteks politik (Riff, 1995: 193—194).
            Di Indonesia, nasionalisme melahirkan Pancasila sebagai ideologi negara. Perumusan Pancasila sebagai ideologi negara terjadi dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Di dalam badan inilah Soekarno mencetuskan ide yang merupakan perkembangan dari pemikirannya tentang persatuan tiga aliran besar: Nasionalisme, Islam, dan Marxis. Pemahamannya tentang tiga hal ini berbeda dengan pemahaman orang lain yang mengandaikan ketiganya tidak dapat disatukan. Dalam sebuah artikel yang ditulisnya dia menyatakan, “Saya tetap nasionalis, tetap Islam, tetap Marxis, sintese dari tiga hal inilah memenuhi saya punya dada. Satu sintese yang menurut anggapan saya sendiri adalah sintese yang geweldig (Soekarno dalam Yatim, 2001:155).
            Dalam artikel itu, dia juga menjelaskan bahwa Islam telah menebalkan rasa dan haluan nasionalisme. Cita-cita Islam untuk mewujudkan persaudaraan umat manusia dinilai Soekarno tidak bertentangan dengan konsep nasionalismenya. Pemisahan itu tidak berarti menghilangkan kemungkinan untuk memberlakukan hukum-hukum Islam dalam negara, karena bila anggota parlemen sebagian besar orang-orang yang berjiwa Islam, mereka dapat mengusulkan dan memasukkan peraturan agama dalam undang-undang negara. Itulah cita ideal negara Islam menurut Soekarno (ibid, 2001:156). Dengan dasar pemikiran itulah, Soekarno mengusulkan lima asas untuk negara Indonesia merdeka. Kelima asas itu adalah :
(1)
Kebangsaan Indonesia, (2) Internasionalisme atau peri kemanusiaan, (3) Mufakat atau demokrasi, (4) Kesejahteraan sosial, (5) Ketuhanan.
            Usulan ini menimbulkan perbedaan pendapat antara nasionalis sekuler dan nasionalis Islam dan mendorong pembentukan sub panitia yang terdiri dari empat orang wakil nasionalis sekuler dan empat orang wakil nasionalis Islam serta Soekarno sebagai ketua sekaligus penengah. Pertemuan sub panitia ini menghasilkan rumusan yang kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta. Usulan Soekarno menjadi inti dari Piagam Jakarta dengan beberapa perubahan: urutan kelima sila dan penambahan anak kalimat pada sila ketuhanan. Akhirnya anak kalimat yang tercantum dalam Piagam Jakarta diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang kemudian menjadi bentuk akhir Pancasila dasar bagi nasionalisme Indonesia yang sekuler religius.


v    Nasionalisme Pancasila
            Pada prinsipnya nasionalisme Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa:
1.         Menempatkan persatuan – kesatuan, kepentingan dan keselamatan    bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan  golongan
2.         Menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara
3.         Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta tidak merasa rendah diri
4.         Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa
5.         Menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia
6.         Mengembangkan sikap tenggang rasa
7.         Tidak semena-mena terhadap orang lain
8.         Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
9.         Senantiasa menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
10.     Berani membela kebenaran dan keadilan
11.     Merasa bahwa bangsa Indonesia merupakan bagian dari seluruh umat manusia
12.     Menganggap pentingnya sikap saling menghormati dan bekerja sama  dengan bangsa lain.
            Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan dan sebagainya. Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut.
1.      Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat"; "perwakilan politik".
2.      Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat").
3.      Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme.
4.      Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya.
5.      Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan.
6.      Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan.



D.     Strategi yang dapat dilakukan untuk menguatkan rasa      Nasionalisme                           dan Patriotisme di Era Global.  
  Semangat nasionalisme dan patriotisme sangat diperlukan dalam pembangunan bangsa agar setiap elemen bangsa bekerja dan berjuang keras mencapai jati diri dan kepercayaan diri sebagai sebuah bangsa yang bermartabat. Jati diri dan kepercayaan diri sebagai sebuah bangsa ini merupakan modal yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan dan hambatan di masa depan. Penguatan semangat nasionalisme dan patriotisme dalam konteks globalisasi saat ini harus lebih dititikberatkan pada elemen-elemen strategis dalam percaturan global. Oleh karena itu, strategi yang dapat dilakukan antara lain:
1.               Penguatan peran lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan dalam ikut membangun semangat nasionalisme dan patriotisme, terutama di kalangan generasi muda. Sebagai contoh: Gerakan Pramuka. Generasi muda adalah elemen strategis di masa depan. Mereka sepertinya menyadari bahwa dalam era globalisasi, generasi muda dapat berperan sebagai subjek maupun objek.
2.               Penguatan semangat nasionalisme dan patriotisme pada masyarakat  yang tinggal di wilayah-wilayah yang dalam perspektif kepentingan nasional dinilai strategis
3.               Penguatan semangat nasionalisme dan patriotisme pada masyarakat yang hidup di daerah rawan pangan (miskin), rawan konflik, dan rawan bencana alam.
4.               Peningkatan apresiasi terhadap anggota atau kelompok masyarakat yang berusaha melestarikan dan mengembangkan kekayaan budaya bangsa. Demikian pula dengan anggota atau kelompok masyarakat yang berhasil mencapai prestasi yang membanggakan di dunia internasional.
5.               Peningkatan peran Pemerintah dan masyarakat RI dalam ikut berperan aktif dalam penyelesaian berbagai persoalan regional dan internasional, seperti: penyelesaian konflik, kesehatan, lingkungan hidup, dan lain-lain
E. Membangkitkan Rasa Nasionalisme dengan  Menghargai Keragaman
      Di Republik Indonesia kita ini tidak mengenal adanya perbedaan etnis, siapakah dia dan dari rumpun manakah dia berasal yang jelas itulah Indonesia, yang melalui Kongres Pemuda Tahun 1928 di Jakarta diikat dengan semangat Sumpah Pemuda. Ber Tanah Air yang Satu, Tanah Air Indonesia. Berbangsa yang Satu, Bangsa Indonesia. Dan Berbahasa yang Satu, Bahasa Indonesia.
Pemersatu
      Berangkat hal itu semua, marilah kita selalu berpegang kepada semangat ber-Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan semboyan pemersatu bangsa sejak dulu. Hilangkan pikiran-pikiran baru yang rusak dan tidak bertanggungjawab atas upaya untuk melakukan suatu pergeseran makna rasa kebersamaan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Semua harus sadar bahwa ketika hak azasi seseorang yang terlahir dan berasal-usul dari wilayah negeri yang terbentang dari Sabang hingga Merauke ini juga memiliki hak dan kewajiban serta tanggungjawab yang sama atas bangsa dan negaranya. Oleh karena perlunya kita menghargai keragamanan, tentunya dimanapun terjadinya pesta demokrasi baik di pusat atau di daerah, hendaknya menjadi ajang aspirasi yang paling demokratis tanpa dibayangi atau dihantui serta diracuni dengan pikiran-pikiran sempit dari sebagian atau sekelompok orang tertentu yang hendak memudarkan semangat Nasionalisme dalam konteks berbangsa dan bernegara.
      Dengan memegang semangat nasionalisme yang tinggi atau menghargai sebuah keragaman seperti yang dimaksudkan di atas, maka pada akhirnya nanti masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi benar-benar akan menikmati pesta demokrasi ini secara lansung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.
 F.      Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme di Kalangan Generasi Muda
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda sekarang.
Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Padahal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan handphone.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contohnya adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, maka moral generasi bangsa menjadi rusak dan akan timbul tindakan anarkis antara golongan muda. Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat

G.        Pengaruh Globalisasi terhadap Nilai-Nilai Nasionalisme
            Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi, yakni pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi juga merasuk dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain sebagainya. Hal ini tentunya akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme terhadap bangsa. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Teknologi informasi dan komunikasi merupakan faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.


*      Pengaruh positif
Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan merupakan bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.  Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Semakin terbukanya pasar internasional ini akan membuka peluang besar kerja sama dalam sektor perekonomian nasional. Dengan adanya hal tersebut akan semakin meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa guna menunjang kehidupan nasional bangsa dan Negara.
Pengaruh adanya globalisasi dalam sektor sosial budaya, kita dapat meniru pola berpikir yang baik. Seperti membangun etos kerja yang tinggi dan disiplin, serta meniru Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa. Pada akhirnya, akan membawa kemajuan bangsa serta mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.
*      Pengaruh negatif
Selain berdampak positif, munculnya globalisasi juga berdampak negatif yang tak kalah pentingnya untuk diperhatikan. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.
Munculnya globalisasi juga berdampak pada aspek ekonomi. Yakni, semakin hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri. Sebab, sudah semakin banyaknya produk luar negeri seperti Mc Donald, Coca-Cola, Pizza Hut, dan sebagainya, yang membanjiri dunia pasar di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia. Mayarakat kita, khususnya anak muda, banyak yang lupa mengenai identitas diri sebagai bangsa Indonesia. Karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat. Selain itu, globalisasi juga mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara orang kaya dan miskin. Ini disebabkan karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi.
Pengaruh-pengaruh di atas memang tidak secara langsung berdampak terhadap nasionalisme. Akan tetapi, secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau bahkan hilang. Sebab, globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Apapun yang ada di luar negeri dianggap baik serta mampu memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita.  Berdasarkan analisa dan uraian di atas, pengaruh negatif globalisasi lebih banyak daripada pengaruh positifnya. Oleh karena itu, diperlukan langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme.

H. Nasionalisme Indonesia yang Kian Memudar
            Apakah nasionalisme Indonesia pun akan segera berakhir? Pertanyaan ini relevan untuk didiskusikan ketika kita akan merayakan hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, ketika para pemuda Indonesia bertekad untuk berbangsa satu, bertanah air satu dan berbahasa satu, Indonesia.
ü  Tidak Cukup Hanya Hasrat Untuk Bersatu        
            Nasionalisme Indonesia, yakni sebuah penegasan akan identitas diri versus kolonialisme-imperialisme. Kesadaran sebagai bangsa yang adalah hasil konstruksi atau bentukan mengandung kelemahan internal yang serius ketika kolonialisme dan imperialisme tidak lagi menjadi sebuah ancaman. Karena itu, nasionalisme kita akan ikut lenyap jika kita berhenti mengkonstruksi atau membentuknya—tanpa harus menyebutnya sebagai sebuah nasionalisme baru.        
Pertama, beberapa pengalaman kolektif seharusnya menjadi “roh baru” pembangkit semangat nasionalisme Indonesia. Kedua, negara Indonesia sangat plural. Identifikasi sebuah kelompok etnis atau agama pada identitas kolektif sebagai bangsa hanya mungkin terjadi kalau negara mengakui, menerima, menghormati, dan menjamin hak hidup mereka.
            Masyarakat akan merasa lebih aman dan diterima dalam kelompok etnis atau agamanya ketika negara gagal menjamin kebebasan beragama—termasuk kebebasan beribadah dan mendirikan rumah ibadah, persamaan di hadapan hukum, hak mendapatkan pendidikan yang murah dan berkualitas, hak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak, dan sebagainya.
ü  Nasionalisme Kita Harus Bersifat Liberal        
            Nasionalisme bisa dipraktikkan dalam sebuah sistem pemerintahan sosialis, komunis, ultranasionalis, etnis, atau liberal-demokratis. Masyarakat Indonesia yang sangat plural ini akan menjadi ancaman serius bagi nasionalisme jika negara kebangsaan yang kita bangun bersifat sosialis, ultranasionalis a la nazisme Jerman dan fasisme Italia, atau komunis. Alasannya sederhana, hak individu akan kebebasan, otonomi dan kesetaraan (equality) dalam masyarakat dirampas oleh negara dalam sistem pemerintahan sosialis, komunis, dan ultranasionalis (Ian Adams, 1995: 82).
            Tantangan bagi nasionalisme Indonesia ke depan adalah bagaimana kita mewujudkan sebuah negara kebangsaan yang bersifat liberal-demokratis di mana hak-hak dasar setiap warga negara diakui, dihormati, dan dijamin, di mana hukum ditegakkan secara pasti dan adil, di mana negara mewujudkan kesejahteraan umum, dan sebagainya. Itulah alasan dasar tekad para pemuda 78 tahun yang lalu, yakni menjadi satu Indonesia demi mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
I. Manfaat sikap Patriotisme dalam Pendidikan
Kita tahu patriotisme merupakan wujud sikap cinta tanah air. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang menyentuh aspek jiwa pada pelajar. Patriotisme membawa kemajuan bangsa apalagi dalam bidang pendidikan. Sikap patriotisme, nasionalisme, dan hidup mandiri merupakan hal yang sangat penting. Karena akan membawa kemakmuran dan kemajuan suatu bangsa. Program ini harus ditanamkan pada anak sejak dini. Dengan menanamkan sikap ersebut sejak dini generasi penerus kita mampu bertindak sesuai dengan nuraninya dan mampu membangun bangsa tanpa tergantung pada bangsa lain.
           Mengingat pentingnya hal tersebut sehingga harus diajarkan pada anak sejak usia dini. Sebab pendidikan yang diberikan pada anak sejak dini dapa memberikan dasar pengetahuansecara spiritual, emosional, dan intelektual dalam mencapai potensi yang optimal. Jika pendidikan sudah diberikan dengan tepat sesuai dengan bakat dan lingkungan peserta maka lima atau sepuluh tahun ke depan negara kita akan memiliki aset SDM yang berkualitas dan tangguh sehingga dapat bersaing dengan bangsa lain dan memiliki keunggulan.

BAB III
KESIMPULAN

ü  Nasionalisme Indonesia adalah sebuah nasionalisme bentukan, sebuah kesadaran akan identitas bangsa sebagai hasil konstruksi karena pengalaman penderitaan dan diskriminasi oleh bangsa kolonial Belanda. Itulah nasionalisme Indonesia, yakni sebuah penegasan akan identitas diri versus kolonialisme-imperialisme.
ü  Patriotisme adalah sikap Untuk selalu mencintai atau membela tanah air, seorang pejuang sejati, pejuang bangsa yang mempunyai semangat, sikap dan perilaku cinta tanah air, dimana ia sudi mengorbankan segala-galanya bahkan jiwa sekalipun demi kemajuan, kejayaan dan kemakmuran tanah air.
ü  Penguatan semangat nasionalisme dan patriotisme dalam konteks globalisasi saat ini harus lebih dititikberatkan pada elemen-elemen strategis dalam percaturan global.
ü  Nasionalisme diprediksikan akan lenyap sejalan dengan semakin sebuah negara menjadi modern.
ü  Tantangan bagi nasionalisme Indonesia ke depan adalah bagaimana kita mewujudkan sebuah negara kebangsaan yang bersifat liberal-demokratis di mana hak-hak dasar setiap warga negara diakui, dihormati, dan dijamin, di mana hukum ditegakkan secara pasti dan adil, di mana negara mewujudkan kesejahteraan umum, dan sebagainya.
ü  Sikap patriotisme, nasionalisme, dan hidup mandiri merupakan hal yang sangat penting. Karena akan membawa kemakmuran dan kemajuan suatu bangsa.
ü  Di Indonesia, nasionalisme melahirkan Pancasila sebagai ideologi negara.

DAFTAR PUSTAKA

1.        Fahd Reza Abdullah’s Blog. Landasan Teori Tentang Nasionalisme
2.        Febi’s Blog. Manfaat Sikap Patriotisme dalam Pendidikan
3.        Jamli, Edison dkk. Kewarganegaraan. 2005. Jakarta: Bumi Akasara
4.      Krsna@Yahoo.com. Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang. 2005. Internet:Public Jurnal
5.      Okezone.com. Senin, 27 Desember 2010 – 07:39 wib
6.      Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang.internet.public jurnal
7.      Redaksi 18 Agustus 2010
8.      Satiman, Sudewo. Dengan Semangat Berkobar; Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di Indonesia. 2003. Jakarta: Hasta Mitra
9.      Wisata-Buku.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar